Judul : The Wrath & The Dawn (#1)
The Rose & The Dagger (#2)
Penulis : Renee Ahdieh
Penerbit : POP (Imprint KGP)
Genre : Fantasi
Sinopsis #1
Terinspirasi dari Kisah 1001 Malam
Khalid Ibnu al-Rashid, Khalif Khorasan yang berusia delapan belas tahun, adalah seorang monster. Dia menikahi perempuan muda setiap malam dan menjerat pengantin barunya dengan tali sutra saat fajar tiba. Ketika sahabatnya menjadi korban kezaliman Khalid, Shahrzad al-Khayzuran bersumpah akan menuntut balas. Gadis enam belas tahun itu mengajukan diri menjadi pengantin Sang Khalif. Shahrzad tak hanya bertekad untuk bertahan hidup, tetapi juga bersumpah akan mengakhiri rezim kejam sang raja bocah.
Malam demi malam, Shahrzad memperdaya Khalid, menceritakan kisah-kisah memikat yang membuatnya terus bertahan, meski tiap fajar bisa jadi merupakan saat terakhirnya melihat matahari terbit. Tetapi sesuatu yang tak terduga mulai terkuak: ternyata Khalid bukanlah sosok yang Shahrzad bayangkan. Sikapnya sama sekali tidak mencerminkan seorang pembunuh berdarah dingin. Mata emasnya memancarkan kehangatan. Monster yang ingin dilawan Shahrzad itu tak lebih daripada pemuda dengan jiwa yang tersiksa. Dan Shahrzad mulai jatuh hati kepadanya….
Sinopsis #2
Sekuel The Wrath & The Dawn
Khalid Ibnu al-Rashid, Khalif Khorasan yang berusia delapan belas tahun, adalah seorang monster. Itulah yang awalnya dikira Shahrzad. Ketika berusaha mengungkap rahasia suaminya itu, Shahrzad justru menemukan sosok luar biasa yang dia cintai sepenuh hati. Namun sebuah kutukan yang terus mengancam membuat Shazi dan Khalid harus berpisah.
Kini Khalifa Khorasan berkumpul kembali dengan ayah dan adiknya. Mereka berlindung di perkemahan padang pasir, tempat berkumpulnya pasukan untuk menggulingkan Khalid—pasukan yang dipimpin oleh Tariq, cinta pertama Shahrzad. Terjebak di antara kesetiaan kepada dua kubu yang sama-sama dia sayangi, Shazi diam-diam menyusun rencana untuk menghentikan perang dengan melibatkan sihir yang mengalir dalam darahnya. Dan Shahrzad akan mempertaruhkan apa pun untuk menemukan jalan kembali kepada cinta sejatinya….
Review
Jika
diibaratkan dengan minuman, The Wrath
& The Dawn seperti teh jeruk purut. Baunya harum, rasanya enak, manis,
dan menyegarkan, tetapi tidak meninggalkan kesan apa-apa bagi saya, kecuali
rasanya yang enak. Nah, The Rose &
The Dagger jauh seperti wedang uwuh, penuh dengan rasa. Mulai dari manis,
pedas, hangat, getir, dan harumnya begitu berwarna, juga memberi kehangatan di
badan dan mencegah flu berkembang lebih jauh.
Novel
yang diadaptasi dari Hikayat 1001 Malam ini benar-benar menarik!
Ehm...,
mulanya sih saya tidak berpikir seperti itu. Saya baru berpikir menarik setelah
membaca buku ke-2nya. Buku pertama lumayan datar dan justru membuat saya
jengkel dengan klise di sana-sini. Lebih menyebalkan lagi, ada beberapa terjemahan
yang kurang mengena dan membuat saya membaca berulang-ulang, tetapi tetap gagal
paham dengan maksudnya. Contohnya di halaman 96 di buku The Wrath & the Dawn, pada saat percakapan Tariq dan Rahim.
Dialog
mereka mulanya bisa saya cerna dengan baik, tetapi ketika di bagian, “Aku tak tahu. Yang Kutahu, kau merasa
bertanggung jawab untuk memperbaiki situasi ini. Dan aku merasa bertanggung
jawab kepadamu. Dan kepada Shazi.”
Saya
menduga itu dialog Rahim. Tapi kalau membaca urutan percakapan mereka, entah
kenapa... saya rada gagal paham. Mungkin karena saya kurang asupan gula? Bisa
jadi.
Jika
buku pertama memiliki banyak klise, buku kedua berkata sebalik. Banyak yang
tidak terduga. Saya menyukai bagaimana penulis memberikan cerita-cerita yang
mirip seperti cerita di Hikayat 1001 Malam. Dari sebagian cerita yang
dikisahkan Shahrazad pada Khalid, ada beberapa yang mirip dengan cerita di
Hikayat 1001 Malam. Yang berbeda, sepertinya watak Shazi di buku ini amat
berbeda sama Syahrazad yang asli di Hikayat 1001 Malam.
Buku
ke-2 benar-benar menarik. Banyak lompatan-lompatan tidak terduga. Cara penulis
menceritakan (dan cara penerjemah menggambarkan apa yang penulis tuliskan)
sungguh amat berrwarna. Saya seperti melahap berbagai macam hidangan dengan
aneka lauk dan rasa, yang membuat saya tidak berhenti untuk terus menyantapnya.
(Sebenarnya beberapa kali saya sempat berhenti membaca, karena rada bosan).
Semakin
ke belakang, buku ini semakin kaya akan rasa. Banyak emosi yang ditampilkan dan
diceritakan dalam beragam kata, tidak monoton sebuah kata. Unik. Hanya saja,
mungkin ini menurut analisa abal-abal saya, mengikuti gaya bicara orang Timur
Tengah sana, mereka sepertinya banyak melontarkan kalimat-kalimat kiasan, ya?
Sehingga dalam dialog Shazi dan musuh-musuhnya, kadang saya kembali gagal paham
dengan arti dari kalimat tersebut.
Tapi
tak apa, saya merelakannya.
Duh...,
yang paling nyebelin dari buku 2? Itu kisah cinta Shazi dan Khalid! Sumpah itu
bener-bener bikin baper. Penulis menceritakan hal tersebut dengan indah penuh
kiasan di sana-sini, bukan dengan kata-kata vulgar yang bikin muka panas, tapi
teteup... bikin saya baper-sebapernya. Dih..., kenapa pemuda ganteng yang
sempurna cuma bisa ditemui di novel ya? *brb makan bagelan dulu*
Selain kisah cintanya, ending bukunya pun bikin saya melongo dan berpikir, 'He? Begini aja endingnya?' . Di antara perang, kekisruhan, hasrat, kemarahan, dendam dan lain-lain, endingnya gitu aja? Sumpah..., itu bikin saya geleng-geleng kepala. Kurang nampol pake banget. Malah berasa amat sangat antiklimaks dan bikin saya berpikir, adegan pertempuran Khalid berasa nggak ada artinya sama sekali. Keren-kerenan itu penting kok, apalagi untuk unjuk kekuatan supaya kerajaan lain keder. Cuma... saya berasa apeu gitu, dengan adegan perang di sini. >.<
Selain kisah cintanya, ending bukunya pun bikin saya melongo dan berpikir, 'He? Begini aja endingnya?' . Di antara perang, kekisruhan, hasrat, kemarahan, dendam dan lain-lain, endingnya gitu aja? Sumpah..., itu bikin saya geleng-geleng kepala. Kurang nampol pake banget. Malah berasa amat sangat antiklimaks dan bikin saya berpikir, adegan pertempuran Khalid berasa nggak ada artinya sama sekali. Keren-kerenan itu penting kok, apalagi untuk unjuk kekuatan supaya kerajaan lain keder. Cuma... saya berasa apeu gitu, dengan adegan perang di sini. >.<
Akhir
kata, buku pertama saya beri rate 3 bintang, sedangkan buku 2 saya beri 4
bintang. Total, 3,5 bintang untuk dwilogi The
Wrath & The Dawn. Nah..., sekarang saatnya saya kembali ke timbunan
yang lain. Tahun ini beneran deh, kecepatan baca saya lebih lambat dari siput
yang jalan-jalan di depan kebun.
:D :D :D :)
mupeng banget sama buku keduanya >_<
BalasHapusbeli ajaaaa... buku 2-nya rekomen kok.
HapusKalau baca itu dijamin bener-bener kaya rasa, deh :D