Senin, 06 April 2015

Half Bad : Terlahir dari Hitam dan Putih


Judul : Half Bad
Penulis : Sally Green
Penerbit : Mizan Fantasi
Jenis : Low fantasy
Halaman : 426 halaman

Sinopsis

Dia Berbeda.

Tak diinginkan, tapi diburu.

Ibunya penyihir putih penyembuh, ayahnya penyihir hitam pembunuh.

Dia hidup dalam kurungan sejak usia 14 tahun, karena dunia takut akan kekuatannya.

Dalam dunia penyihir yang terbagi menjadi hitam dan putih, dia harus bertahan sendiri.

Yang perlu dia lakukan hanyalah melarikan diri, mencari seorang penyihir hitam bernama Mercury.

Mercury bisa saja menolongnya atau membunuhnya.

Namun, dia harus mengambil resiko itu.

Review

   Serius, sinopsisnya sangat menggiurkan dan menggoda, terutama di bagian yang saya tebalkan. Satu kalimat itu sudah cukup menjadi faktor penarik bagi saya untuk membeli buku ini. Sayangnya, semua ketertarikan saya langsung menurun sekian puluh persen ketika membaca bagian pertama halaman novel. Setidaknya, saya butuh 2 kali baca bagian pertama untuk meyakinkan diri sendiri, kalau memang ceritanya seperti itu, bukan karena kesalahan penerjemahan atau kesalahan cetakan.

   "Rutinitasnya tidak jelek-jelek amat. Bangun beratapkan langit di udara terbuka pun tidak jelek-jelek amat. Bangun dalam keadaan terbelenggu di dalam kerangkeng juga tidak apa-apa. Jangan patah semangat sekalipun dikerangkeng. Belenggu membuat kulit lecet-lecet, tapi sembuhnya cepat dan gampang. Jadi, untuk apa ambil pusing?"
    Bagian ini belum cukup mengganggu. Nah, akan saya beri contoh selanjutnya.
   "Setelah push-up, kau berdiri dan menunggu. Lebih baik sambil menatap tanah. Kau berada di jalan setapak di dekat kerangkeng. Jalan setapak itu berlumpun, tapi kau takkan menyapunya, tidak hari ini karena bukan itu rencana hari ini. Beberapa hari terakhir sering turun hujan. Musim gugur telah tiba. Namun, hari ini tidak hujan. Sampai saat ini, hari berjalan sesuai rencana."
   Saya bengong saat membaca bagian ini. Segera setelahnya, saya membolak-balik halaman, mengira kalau mungkin saya salah baca atau lagi kena halusinasi karena baru pertama kali diberi cara penyampaian yang tidak biasa. Jadi, pada bagian pertama Half Bad penulis menuliskan ceritanya seolah pembaca adalah si tokoh utama. Dia menyebut si tokoh utama dengan kata 'kau'. Beruntung, penulisan macam ini tidak menyeluruh dalam buku, hanya bagian pertama dan sedikit di bagian tengah. Yang membuat saya merasa, ini seperti gado-gado. Di awal-awal penulis ingin pembaca merasakan atau mungkin menghayati sebagai si tokoh utama, kemudian di bab selanjutnya rasanya seperti ditendang keluar gara-gara penulis langsung masuk ke pov 3, lalu ketendang lagi masuk ke bagian pov 1. Ini rasanya gimana ya...., rasanya melelahkan. Bagus sih, karena si penulis kreatif dalam memakai sudut pandang dalam ceritanya, tetapi perpindahan sudut pandang yang cepat dan enggak halus, malah bikin bayangan saya buyar tiap kali membaca bab selanjutnya. :(

   Selain sudut pandang yang agak menganggu, saya pun kembali dibuat bengong dengan ceritanya. Awal-awal saya baca, saya sempat mengira kalau cerita ini jenisnya high fantasy, mengingat ada kerangkeng dan penyihir jahat serta putih. Namun, saya keliru. Rupanya ini jenisnya low Fantasy dan mengambil latar (lagi-lagi) di kota London. Ceritanya sendiri sebenarnya cukup sederhana, mengenai permusuhan antara penyihir putih dan hitam, di mana penyihir putih memiliki sebuah dewan yang bernama dewan penyihir putih. Dewan penyihir inilah yang memburu para penyihir hitam, yang menurut saya sampai sekarang alasan pengejarannya masih nggrambyang. Iya sih, alasannya karena si penyihir hitam mbunuhin para penyihir putih. Tapi, ternyata ada alasan lagi di balik pembunuhan tersebut. Sederhananya, kedua pihak ini saling mengejar dan membunuh. Salah satu penyihir hitam yang paling ditakuti adalah Marcus, Ayah Nathan, sang penyihir hitam berdarah dingin.

   Sebagai anak Marcus, Nathan diawasi secara ketat oleh Dewan Penyihir. Dia satu-satunya Bastar (sebutan untuk anak campuran Penyihir Hitam dan Putih) yang ada di dunia. Nathan ini diawasi begitu ketat, kena penyiksaan di sana-sini, jadi rada berandalan, sampai usianya mencapai 17 tahun (di mana pada usia ini dia akan ditasbihkan entah jadi penyihir putih atau hitam, dengan mendapat darah dari keluarganya). Dengan segala macam penderitaan yang pernah ia dapatkan, Nathan berupaya untuk keluar dari segara tekanan para penyihir putih. Pelariannya inilah yang membawanya kepada Mercury yang tak lain adalah *piiiip*.

   Nah, usai membaca tuntas semua bukunya, saya tidak merasakan kepuasaan yang semestinya. Ceritanya bisa dikategorikan... biasa. Pada buku 1 ini, elemen fantasy-nya bisa dibilang 0. Penyihir yang digaungkan terus-menerus dalam buku ini rasanay seperti bukan dewan penyihir, tetapi dewan peneliti atau dewan pemerintahan. Kalau kata penyihir dihapus dan ceritanya diubah jadi semacam distopia, rasanya malah lebih nampol. Saya gak menemukan hal-hal khusus dalam tiap penyihir, kecuali 3 anugerah yang diberikan keluarga terdahulu kepada penyihir baru yang baru saja selesai menjalani upacara. Ramuan ada, pistol ada, pisau ada, mantra? Cerita ini miskin mantra. Hmm..., saya melihat ini seperti buku genre action aja. :|

   Tapi, ini kan fantasi ya.

   Yah, begitulah pandangan saya terhadap buku ini. Secara keseluruhan, saya beri buku ini 3 bintang. 1 untuk covernya, 2 untuk ceritanya.

:) :) :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar