Judul : The Last Ever After (The School For Good And Evil #3)
Pengarang : Soman Shainani
Penerbit : Buana Sastra
Genre : High Fantasy
Tebal : 700++ halaman
Blurb
Sophie bimbang. Apakah benar, cinta sejatinya adalah Sang Guru? Jika ia menerima pinangan Sang Guru, Kejahatan akan merajalela. Bukankah ia sudah berusaha keras menjadi Baik?
Agatha merasa hubungannya dengan Tedros malah semakin menjauh. Pertengkaran pun mewarnai hari-hari mereka. Hingga meeka menyadari satu persamaan yang menyatukan mereka, Sophie, Mereka bertekad untuk menyelamatkan Sophie.
Misteri demi misteri terungkap dan kebenaran mulai tersibak. Takdir yang menautkan Sophie dan Agatha memang dituliskan dari jauh sebelumnya. Manakah yang akan dipilih Sophie? Tetap bersama Sang Guru dan membiarkan Kejahatan menang? Ataukah memilih membantu Agatha, sahabat terbaiknya, dan Kebaikan untuk menang?
Agatha merasa hubungannya dengan Tedros malah semakin menjauh. Pertengkaran pun mewarnai hari-hari mereka. Hingga meeka menyadari satu persamaan yang menyatukan mereka, Sophie, Mereka bertekad untuk menyelamatkan Sophie.
Misteri demi misteri terungkap dan kebenaran mulai tersibak. Takdir yang menautkan Sophie dan Agatha memang dituliskan dari jauh sebelumnya. Manakah yang akan dipilih Sophie? Tetap bersama Sang Guru dan membiarkan Kejahatan menang? Ataukah memilih membantu Agatha, sahabat terbaiknya, dan Kebaikan untuk menang?
Review
Jangan
menilai semua cerita sebelum membaca akhir ceritanya, itu yang saya dapat
setelah membaca buku terakhir dari seri The
School For Good And Evil-nya Soman Chaini (Yang namanya bikin saya inget
nama merk dagang obat herbal yang pernah dibeli sama Ibu saya).
Asli,
saya benar-benar terpukau dengan akhir cerita yang begini... --- gimana ya
menjelaskannnya. Kalau menyebut cerita ini happy
end, ini lebih dari pada Happy End.
Sad End? Dih..., sama sekali bukan Sad End. Mungkin kalian bisa menyebutnya
yang pertama, tetapi... akhir cerita ini lebih dari pada itu. Ini adalah Awal
dari yang Akhir. Sungguh, novel ini layak dibaca bagi siapa pun yang
mau baca. Walau tampilannya mengemas mengenai cerita remaja yang berpusat pada
cowok-cowok, tapi isinya tidak sedemikian ringan.
Cerita
ini mengajak untuk berpikir, merenungi apa itu Jahat dan Baik sejatinya.
Setelah
membaca akhir cerita buku ini, saya cuma bisa terbengong dan bolak-balik
mandang sampul buku. Saya nggak nyangka, kalau saya bakal menyukai isi buku ini. Dulu banget, saat awal-awal buku pertama
terbit, saya skeptis sama ceritanya. Sampulnya yang kurang menarik, blurb cerita yang biasa-biasa saja,
dan... isinya tentang SEKOLAH! Iya..., saya sudah apatis dulu dengan
cerita-cerita berbau sekolah. Namun, saat buku keduanya terbit, saya pikir
ulang untuk membacanya.
Sampul
cerita jauh lebih menarik dan nyeni dari
pada sampul buku pertama. Blurb-nya
juga menggiurkan, tapi berhubung isi dompet saya sama ngenesnya dengan tabungan
saya kala itu, saya milih minjem buku itu dari pada beli. Tapi dalam hati
berjanji, kalau buku ini bagus, saya akan beli untuk dikoleksi.
Buku
1 dan 2 bikin saya syok dengan muatan aneh-aneh yang membuat saya berpikir
aneh-aneh tentang buku ini. Namun, sekarang, setelah membaca buku 3, saya mulai
berpikir ulang mengenai buku-buku yang lalu. Terlepas dari 2 buku sebelumnya
yang saya curigai memuat nilai-nilai yang agak diragukan, buku 3 ini adalah
penutup sempurna yang melengkapi 2 buku sebelumnya. Ibarat puzzle, buku 3 memperjelas inti dari makna cerita yang dituliskan
Soman.
*berasa
sok-sokan ngerti*
*Ditimpuk
pie buah*
Duh...,
saya bener-bener nggak bisa bilang nggak ‘luar biasa’ pada buku 3. Pergulatan
hati Sophie dan Agatha terasa lebih kompleks di sini. Mereka memang remaja
galau yang lagi mencari jati diri dan meragukan cinta sejati mereka, tapi
kegalauan mereka ditulis secara menarik sehingga nggak terkesan monoton atau
membuat saya pengin nimpuk keduanya.
Keinginan
untuk melawan takdir, yang membuat keduanya justru tenggelam semakin dalam di
takdir mereka sendiri. Sophie yang berjuang menjadi baik, tapi pada akhirnya
membeku pada kejahatan. Serta Agatha yang meragukan dirinya, tapi malah
bersinar di puncak kebaikan. Keduanya tak terduga.
Di
antara tokoh-tokoh yang ada, saya paling kasihan sama Sophie. Dia dimanfaatkan
sana-sini dan perasaannya dipermainkan sampai lumat. Sang Guru? Jangan tanyakan
dia. Tokoh itu memang luar biasa jahat tetapi patut dikagumi, mengingat
kepiawaiannya memutarbalikkan fakta yang justru terdengar sangat meyakinkan dan
menjebak. Tokoh ini pantas dibenci, tetapi layak juga dipelajari. Sang Guru
merupakan karakter yang bisa saja ada di dunia nyata. Sosok yang manipulatif.
Kalau Sophie? Dia memang jahat, tetapi penjahat lugu yang manis. Tipe karakter
yang sederhana.
Selain
karakter-karakter di atas, ada juga karakter-karakter lama dari negeri dongeng.
Lucu juga, karena Soman menuliskan mereka dalam usia yang renta dan susah mau
apa-apa. Yang LAMA dan Yang BARU. Seolah ingin memaknai, bahwa setiap lembaran
selalu ada Tua – Muda yang akan bergantian dalam merajut takdir.
Cerita
yang menarik. Humornya walau garing, tetapi terasa renyah juga. Secara
keseluruhan, saya suka. Rate 5 bintang untuk cerita ini.
:)) :)) :)) :)) :))
Wow 5 bintamh, semakin mendesak dorongan untuk membeli dan membaca buku ini.
BalasHapusBelilah di saat yang tepat, Kang. Kemarin denger, ini buku didiskon 30%.
HapusPadahal au belinya harga penuh TT____TT
Rekomen lah isinya, menurutku bagus :D