Rabu, 14 Juni 2017

Scheduled Suicide day : Hidupmu Lebih Berharga Dari Yang Kamu Duga


Judul : Scheduled Suicide Days
Penulis : Akiyoshi Rikako
Penerbit : Penebirt haru
Tebal : 277 halaman
Rate : 5 / 5 bintang

Blurb

Ruri yakin ibu tirinya telah membunuh ayahnya.
Tak sanggup hidup bersama ibu tirinya, Ruri bertekad bunuh diri untuk menyusul ayahnya.

Ruri akhirnya pergi ke desa yang terkenal sebagai tempat bunuh diri, tapi dia malah bertemu dengan hantu seorang pemuda yang menghentikan niatnya. Hantu itu berjanji akan membantu Ruri menemukan bukti yang disembunyikan oleh ibu tirinya, dengan janji dia akan membiarkan Ruri mencabut nyawanya seminggu kemudian jika bukti tersebut tidak ditemukan.

Itulah jadwal bunuh diri Ruri: satu minggu, terhitung dari hari itu.

Review
    Saya tidak tahu harus menilai buku ini seperti apa. Sejujurnya, dibanding buku pertama Akiyoshi yang berjudul Girls In The Dark, misteri di buku ini cenderung lebih ringan / datar. Saya sama sekali tidak merasakan rasa penasaran yang menggebu seperti di buku pertama, bahkan cenderung lempeng-lempeng saja setelah tahu kejadian sebenarnya yang terjadi pada Ruri. Namun, saya mengapresiasi karya ini memang bukan karena misterinya, tetapi apa yang diangkat dalam cerita ini.

    Saya akui, sudah jadi ciri khas Mbak Aki untuk memberikan potongan-potongan jawaban ke pembaca mereka secara tidak menyeluruh. Seperti puzzle, pembaca diminta merangkai sendiri kejadiannya, kemudian ‘BUUM!’, di akhir cerita Mbak Aki memamerkan puzzle aslinya pada pembaca, sehingga pembaca bisa ngebandingan puzzle imajinatifnya dengan punyanya mbak Aki. Semakin jauh kemiripan puzzle tersebut, semakin pembaca misuh-misuh ngerasa kena trap dari mbak Aki.

    Saya pernah kena ini di Holy Mother.

    Dalam karya keempatnya, Mbak Aki menceritakan seorang gadis bernama Ruri yang ingin bunuh diri setelah kematian kedua orangtuanya. Tidak seperti bayangan saya, cerita ini benar-benar mementahkan semua anggapan klasik mengenai ibu tiri, tentang pertemanan, cinta, dan bagaimana seharusnya menyokong seseorang yang sedang depresi.

    Sebagai remaja berumur 16 tahun, Ruri digambarkan sebagai gadis yang terlalu cepat mengambil kesimpulan, gegabah, dan melihat dari satu sudut pandang saja. Khas karakter seorang remaja. Tidak mau mendengarkan, menganggap dirinya benar sendiri, dan mengambil tindakan seolah-olah tindakan tersebut benar. Ketika kenyataan diungkapkan, semua itu balik menampar wajah Ruri sendiri.

    Karakterisasi Ruri sungguh bagus. Dari seseorang yang depresi kemudian menemukan mimpinya kembali. Saya senang, akhir dari cerita Mbak Aki tidak se-creepy Girls in The Dark. Cerita ini lebih kuat dan kental mengenai pesan untuk menyokong orang-orang yang putus asa dan punya kecenderungan bunuh diri.

    Saya pernah dengar, di Jepang sana tingkat kecenderungan orang-orangnya untuk bunuh diri sangat tinggi. Apakah novel ini bentuk keprihatinan Mbak Aki terhadap kondisi masyarakatnya?

    Entah, nggak tahu saya.

    Tapi mungkin ini salah satu bentuk kritik sosial dari Mbak Aku?

    Nggak tahu juga saya.

    Yang pasti, saya suka dengan muatan dalam novel ini. Pernah suatu kali saya mendengar, bahwa novel tidak perlu berisi nilai-nilai. Sejujurnya, saya kurang sependapat dengan hal itu. Bagi saya, novel adalah sarana untuk mengungkapkan pikiran, berbagai tentang keluh-kesah, dan menyampaikan harapan-harapan. Kalau memang ada novel yang tidak berisi mengenai nilai-nilai, ya itu terserah penulisnya sendiri sih. Tapi kalau saya pribadi lebih suka dengan novel-novel yang memberikan nilai, karena saya merasa mendapat manfaat dari novel tersebut. Terutama bila yang diangkat dari novel tersebut adalah... supaya kita tidak pernah putus harapan.

    Karena harapan itu seperti bibit pohon. Bila disemai dan diairi dengan hal yang tepat, dia akan tumbuh berkembang. Namun, kalau dia dibiarkan begitu saja, maka akan mati sebelum bisa berkembang. Apa jadinya manusia bila tak memiliki harapan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar