Jumat, 04 September 2015

7 Manusia Harimau : Silat Harimau di Tanah Sumatera


Judul : 7 Manusia Harimau
Penulis : Motinggo Busye
Penerbit : Qanita
Jilid 1

Review

   Berhubung gak nemu sinopsisnya di goodreads, maka langsung aja ke resensinya, ya.
   
   Jadi, buku ini menceritakan tentang apa sih? Tentang manusia harimau dunk, seperti judulnya. Tema dan kisahnya tidak biasa, sungguh!
   Buku ini bercerita mengenai kehidupan Gumara Peto Alam yang ditugaskan menjadi guru muda di sebuah desa terpencil. Di desa tersebut, yang namanya teluh dan segala hal-hal yang berhubungan dengan 'sihir' masih kuat melekat dalam kehidupan masyarakat. Bahkan, dalam cerita aja, 2 kembang desa, si Pitaloka sama siapa itu (saya lupa namanya), juga bisa ngobatin orang. Eh, yang sebenarnya bisa ngobatin si cewek satunya ding, kalau Pitaloka entaran, nanti.

   Sejujurnya, saya mumet baca buku ini. Awal-awal cerita sih, masih enjoy aja. Tapi pas ketika baca ke bagian-bagian selanjutnya, mulailah dahi saya sering berkerut dan sering ngawang-ngawang. Gumara, si guru baru yang katanya ganteng, punya wibawa dan lain-lain (tambahin aja deh segala kriteria yang baik buat protagonis) hendak datang ke rumah dukun paling terkenal di desa tersebut, ki Lebai Karat. Diceritakan, Gumara sangat dendam pada dukun tersebut yang telah *......* kepada ibunya. Namun, agak mengherankan, ketika nanti masuk ke seperempat terakhir cerita, mendadak Gumara bisa memaafkan dukun ini dengan begitu mudahnya. Saya sampai terbengong-bengong dengan tindakannya.

   Ada begitu banyak kejanggalan di novel ini. Yang paling jelas adalah penggunaan bahasa. Gaya berceritanya sangat tidak umum, seperti menggunakan gaya bahasa indonesia lama. Yah, bisa dimaklumi, karena buku ini terbit sekitar tahun 1980-an. Jadi mungkin penggunaan bahasanya nggak seperti sekarang. Ceritanya sendiri cepat, ringkas, dan memusingkan bagi saya. Banyak sekali potongan-potongan dalam novel yang bikin kepala cenat-cenut, terutama di bagian Pitaloka sama si anak perempuan Ki Lebai Karat bersaing buat ndapetin hatinya Gumara. Serius, ni 2 anak tuh murid didiknya Gumara, lho. Usia mungkin sekitar SMP-an. Errr..., lagi-lagi ada semacam tabrakan pemikiran / pemahaman antara jaman dulu dan sekarang.

   Perseturuan kedua anak gadis itu membawa Gumara ke posisi serba sulit. Namun, Gumara dengan gayanya yang cool menolak mereka semua, sehingga Pitaloka yang patah hati pergi dari desa dan berusaha menimba ilmu untuk menjadi pendekar Harimau yang ketujuh. Lalu cerita terus berlanjut dengan Pitaloka yang menimba ilmu, sampai akhirnya bersambung.

   @___@

   Antara novel dengan televisi seriesnya beda jauh keknya. Ada penyesuaian-penyesuaian yang dilakukan di televisi, padahal di novelnya gak kayak gitu. Secara pasti, yang paling menarik ini ya soal manusia harimaunya. Penasaran, apakah di tanah Sumatera, manusia harimau masih ada? Denger-denger, manusia Harimau ini perlambang harmonisasi antara harimau dan manusia. Tapi, lebih jauh... kurang tahu sih saya.

   Maaf, sangat, sangat maaf. Buku ini cuma bisa saya kasih 1 bintang. Tema, budayanya menarik, tapi cara penyampaian yang kurang mengesankan bikin saya nggak bisa lebih ngasih dari 1 bintang. :((

:(((
  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar