Minggu, 19 April 2015

Elantris : Kejatuhan Kota Suci



Judul : Elantris
 Pengarang : Brandon Sanderson
Penerbit : Mizan Fantasi
Tebal : 544 halaman
Genre : High Fantasy

Sinopsis

   Elantris, pusat dari Arelon, kota nan indah, bercahaya dan dihuni oleh makhluk abadi yang menggunakan kekuatan sihir mereka demi kemanusiaan. Penduduk Elantris berasal dari manusia biasa yang disentuh Shaod sehingga mereka dikaruniai kekuatan abadi. Sepuluh tahun lalu, tiba-tiba saja kekuatan Elantris musnah. Shaod mengubah penduduk Elantris menjadi penyakitan, berkeriput dan tak berdaya bagai penderita lepra. Kota yang dulu indah dan bercahaya kini kumuh, kotor, dan diambang kehancuran.

   Putri Sarene dari Teod tiba di Arelon untuk menikahi pangeran Raoden demi kepentingan politik. Ternyata Raoden sudah meninggal dan Sarene harus hidup tanpa pelindung di bawah ancaman serangan kaum Fjordell yang fanatik. Tetapi, tak ada yang tahu bahwa sebenarnya Raoden telah disingkirkan sang Ayah ke kota Elantris yang terkutuk. Karena Raoden telah ternoda oleh Shaod yang menyerang penduduk Elantris. Sementara itu, Hrathren dan para pendukung fanatiknya dari Fjordell ingin menghancurkan Elantris yang mereka anggap sebagai bukti kebusukan dan kejahatan penghuni kota itu. Bisakah Arelon bertahan dari serbuan Fjordell? Raoden harus menguak rahasia terpendam di Elantris demi menyelamatkan negara dan tunangannya.

   Sebuah kisah fantasi epik yang lengkap, kuat dan penuh kejutan. Sebuah debut menyegarkan di dunia high-fantasy.

Review

   Jangan baca buku ini kalau kamu mencari detail fantasi yang memukau.
   Jangan baca buku ini kalau kamu tidak suka intrik yang bertele-tele.
   Jangan baca buku ini kalau kamu lebih menyukai petualangan yang mendebarkan.

   Baca buku ini jika kamu mencari alternatif fantasi yang lain.
   Baca buku ini jika kamu ingin mengetahui tentang sosok pemimpin.
   Baca buku ini jika kamu suka intrik politik dan adu argumen dalam percakapan tokohnya.

   Aduh, berasa ngepromosiin buku ini.


   Jadi gimana, ya, sebenarnya ketika melihat buku ini, saya cukup kaget karena nggak nyangka karya Brandon Sanderson bakal diterbitin Mizan. Sudah agak lama saya mengenal pengarang ini, karena beberapa kawan dari kastil fantasi suka dengan novelnya, tapi belum satu pun karyanya yang saya baca, karena belum ada terjemahan. (Iya, saya kalau disuruh baca bahasa aslinya udah kibarin bendera putih dulu. Mata siwer biasanya. #alesan). Nah, makanya, waktu lagi jalan-jalan ke gramed sabtu lalu, cuci mata sekalian beli buku-buku dari wishlist, saya bengong liat buku ini baru dikeluarin petugas toko dan dipajang di salah satu rak. Yang bikin kaget jelas nama pengarangnya-lah, bukan judul bukunya. Akhirnya, dengan kemantapan hati dan wajah setengah meringis (gara-gara liat harganya, cuma 85 ribu, kok #dikeplak), saya ambil buku ini untuk jadi teman baca akhir pekan.

   Buku ini lumayan tebal, berat (dalam arti sesungguhnya), kertasnya buram dan kovernya tipis. Baru 2 hari beli, buku saya udah ketekuk-tekuk. :'( Hmm..., gimana ya menilai buku ini. Sejujurnya, saya gak bisa menilai buku ini secara objektif, e tapi... bukannya resensi emang subjektif ya? Tergantung penilaian dari tiap pembaca masing-masing? Hal paling utama yang bikin saya menamatkan buku ini dalam kurun waktu 2 hari adalah karena nama Brandon Sanderson. Saya penasaran dengan ceritanya, karena beberapa kawan menyukainya dan memberi rating yang cukup tinggi untuk karya ini. Dan setelah baca, memang karya ini pantas diberikan rating tinggi.

   Seperti ke-6 kalimat yang saya tulis di atas, Elantris memiliki kelebihan dan kekurangan. Hal yang paling saya cermati pertama kali dalam novel ini adalah deskripsinya. Saya menyadari, detail deskripsi pada novel ini bisa dibilang minim. Kebanyakan yang ada adalah percakapan antar tokoh dan intrik-intrik permainan politik antar pemainnya. Walaupun detailnya kurang, tetapi pembangunan karakter setiap tokoh sangat bagus! Memang, hal ini mengakibatkan jalan cerita terasa lambat, membosankan, dan bertele-tele, tetapi hasilnya... karakterisasi setiap tokohnya jadi sangat kuat. Sarene yang pintar bermain politik, Hraten sang gyorn yang mempertanyakan keimanannya, dan Raoden sang pemimpin yang ditunggu. 

   Tema yang diambil dalam cerita ini sebenarnya cukup sederhana, perebutan wilayah dan bagaimana pengaruh agama dalam politik suatu negara. Ini mengingatkan saya pada trilogi Age of Five-nya Trudi Canavan yang pernah saya ulas di goodreads setahun lalu. Bedanya, di age of Five, cerita akan mengalir hingga mempertanyakan mengenai agama itu sendiri, sedangkan di Elantris, saya melihat ceritanya masih cukup soft. Di sini Tuhan tidak dipertanyakan, tetapi pengikutnya-lah yang dipertanyakan. Saya suka bagaimana Brandon memainkan tokoh-tokohnya untuk menyasar ke titik-titik pembahasan yang berbobot.

   Debat yang terjadi serta intrik antar tokohnya enak diikuti. Cuma ya itu, kalau bukan orang yang sabar dan benar-benar pengin baca buku ini, pasti udah nutup buku ini dari awal baca, karena.... Lelah. (Bukan maksudnya narsis bilang diri sendiri sabar, lho. #eh). Dalam cerita ini, saya dibikin geli dengan tingkah para politisi (Sarene, Roial, Eondel, Hraten) yang saling berebut pengaruh. Namun, di sini saya juga dibikin tercenung dengan tokoh Raoden, yang merupakan sosok pemimpin sejati di Elantris. Dari semua orang, dia ini tokoh yang benar-benar konsisten. Punya rasa optimis tinggi, bisa mengajak orang lain tanpa paksaan, memiliki visi, dan punya pengaruh meski dengan sikapnya yang lembut.

   Bayangkan, di Elantris yang bobrok dan bahan makanan nyaris tidak ada, Raoden justru mulai membangun sebuah kehidupan di kota bobrok itu dan membangkitkan asa dari orang-orang yang putus asa. Segenggam jagung di tangan orang lain di kota tersebut mungkin hanya akan jadi makanan, tetapi di tangan Raoden, biji-biji jangung tersebut rupanya bisa jadi tanaman. Selain itu, di antara kesakitan yang dirasakan semua Elantrian (sebutan untuk orang yang tinggal di Elantris), Raoden tak lebih kesakitan dari mereka, tetapi dia menahannya. Hmmm, dia ini karakter pemimpin yang bikin saya terkagum-kagum. Mendapat pengikut maupun sebuah kerajaan tanpa harus saling bunuh.

   Akhir ceritanya cukup cepat dan menyenangkan. Terkadang adegan berpindah-pindah lokasi yang bikin saya bingung membayangkan. Terjemahan untuk Elantris ini lumayan enak. Ada beberapa typo tapi tidak terlalu mengganggu. Untuk romansanya ada kok, tenang saja. Cuma ya... rasanya nggak terlalu manis, tapi asyik-lah. Karakter ceweknya pun nggak menye-menye yang bikin pengin kita nyekek itu cewek. Sarene digambarkan kuat, percaya diri, tetapi masih memiliki sisi-sisi feminim yang membuat kita bisa suka padanya. Euh, benar-benar seorang putri sekaligus diplomat. :))

  4 bintang untuk Elantris. Saya bertanya-tanya, apa karya Brandon Sanderson yang lain bakal diterjemahkan Mizan? Dan saya rasanya pengin tepok jidat karena ini ternyata buku 1 dari sebuah sekuel dan ternyata sekuelnya (katanya) masih dikerjakan pengarangnya, saudara-saudaraaaa. Yah..., untungnya buku 1 ini langsung tamat, meski meninggalkan beberapa pertanyaan. Kemudian, satu hal lagi, saya rasa, buku ini bisa dipelajari untuk pengarang-pengarang lokal yang ingin membuat cerita fantasi penuh intrik dengan karakter yang berkesa. :)

:D :D :D :D

11 komentar:

  1. Nice review ... tapi harganya duh kudu mikir mikir dulu. Kenapa buku sekarang mahal2 ya, kertas koran gapapa deh asal 50rb *plak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kertas koran mah..., ntar ujung-ujungnya jadi bungkus kacang :))

      Hapus
  2. Nice review!
    Makasih udah kasi saya info ttg buku ini. Akhirnya! Ada terjemahan bukunya Brandon Sanderson di Indonesia! *jingkrak2 bahagia :D

    BalasHapus
  3. @Idan, makasih udah mampi ke mari :D

    Aku berharap, ada buku-buku Brandon yang lain yang bakal diterjemahin juga :)

    BalasHapus
  4. Oh, ini blog punya mbak, Dhia, yah~ *miris, sesama Member KasFan aku gak tahu*

    Tapi, memang Elantris ini sesuai dengan seleraku. Intrik politik dan persaingan dalam pengaruh agama adalah hal yang tak akan ada habisnya jika dibahas (mungkin karena aku sudah terpengaruh dari pemikiran-pemikiran yang ada dalam novel Nagabumi). Belum lagi segala karakter yang pembawaannya sangat kuat. Aku pribadi menyukai Maman Kin/ Paman Kin/ Kiin dan juga Sarane.

    Tapi, aku baru baca sampai 20 bab. Waktu baca sedikit *miris*

    Selepas dari ini, salam kenal :D

    BalasHapus
  5. Halooo, salam kenal juga :D

    Kalau di novel-novel high fantasi yang lumayan 'berat', biasanya topik agama jadi bahasan empuk (bahkan pembahasannya dibantai di sana). Masih mending nih, elantris nggak mementahkan keberadaan 'Tuhan'. Coba baca trilogi age of five-nya trudi Canavan, keberadaan agama dimentahkan semua oleh ceritanya >.<

    BalasHapus
  6. Sama seperti Nagabumi yang ngebahas agama sebagai ajang persainagn memberi pengaruh agar mendapat dukungan.

    Bagi aku pribadi sih, gak masalah kalau tuhan itu "dibantai" di sana. Toh, cuma agama fantasi aja. Hehe~

    BalasHapus
  7. agama fantasi tapi dasarnya mirip ama agama di real life :))

    Aku menganggap sih, fantasi-fantasi semacam itu sebagai fantasi berat. Karena membahasa ideologi juga. Cuma kalau dianggap sebagai bacaan ringan mah, malah enggak apa-apa atuh :D

    BalasHapus
  8. Yang terpenting kita sebagai pembaca gak kena doktrin pembangkangan agama. Hehehe~

    Walaupun dalam Elantris sendiri saya melihat ada yang berkesan dipaksa. Bagian Hrathen yang hidup lagi dan ngebunuh Dilaf. Berkesan aneh, mengingat Dilaf itu Gradget yang kemampuan tempurnya sendiri hasil pengorbanan 50 orang dari biara 'pencipta monster' sedang Hrathen cuma punya kekuatan 'monster' di tangan kanannya aja~

    BalasHapus
  9. dari dulu pengen baca bukunya bang brandon, mau baca versi aslinya takut mata saya siwer juga :D, ceritanya sih lumayan menurut saya (mengingat ini buku pertamanya ) walaupun alurnya agak lambat. masalah karakter sarene hampir nggak masuk akal bagi saya terlalu sempurna, lucu sih pas tau di nggak bisa menggambar, tapi apa sih artinya nggak bisa gambar dengan pintar merebut hati orang jago berkelahi dn cantik?? seharusnya ini karakter yg dicintai tapi kenapa saya sangat susah mencintainya :D dan kenyataan bahwa dia nggak laku gara2 terlalu sempurna agak........ tapi untung ada ashe :)
    Raoden. sama kayak Sarene.Gary Stu. awalnya saya suka,waktu dia cuma pintar aja tapi lemah (bagian dia lari tunggang langgang gara2 dikejar elantrian lumayan bikin ngakak) dia juga bilang kalo bukan petarung, tapi pas bagian akhir kenapa dia jadi jago ya...??? untung ada galladon yg membuat saya bertahan baca chapternya (mungkin karena saya merasa mirip dia: pesimis) bagian pas dia bilang terkadang keoptimisan raoden bikin mual. ya!saya sangat setuju :P
    terakhir Hrathen. karakter penyelamat dalam buku ini, karakter yg abu2 sangat kompleks menurut saya, setiap chapternya selalu saya tunggu, soalnya ceritanya naik turun nggak selalu mulus, kalo bukan dikelilingi orang bodoh ya mataduitAn :D, entah kenapa semua tindakannya masuk akal buat saya (termasuk membuat semua orang membenci elantrian) dan hubungannya dengan sarene juga bisa dibilang menarik, kadang2 sebal juga waktu sarene benci si Gyorn abis2an. mengutip kata2 hrathen (kuranglebih$ "memangnya salah saya apa sama dia" hahahaha.... tapi kebencian sarene wajar sih, soalnya yg dia tau cuma kalo hrathen adalah kaki tangan penguasa jahat yg terlibat dalam penghancuran satu negara dan dia menyebarkan agamanya dengAn cara menyebar kebencian,wajar kalo dia nggak suka hrathen hanya dari sekali liat tanpa tau dia dengan mendalam(tapi karena kita pembaca punya kelebihan bisa membaca isi hati seseorang/sudut pandangnya jadi kebencian sarene menurut saya agak tidak adil, karakter hrathen mengingatkan saya sama jaime lannister di ASOIAF ketika dia melakukan sesuatu yg baik tapi malah dicerca sama banyak orang gara2 dianggap berkhianat padahal yg dilakukan demi menyelamatkan banyak nyawa tai yg orang liat cuma bagian dia membunuh raja tanpa melihat alasannya)pingin banget meluruskan kesalahanpahaman ini dengan membawa mereka berdua dalam suatu ruangan ngobrol sambil minum kopi supaya mengerti isi hati satu sama lain, kalo nggak berhasil saya panggil penasehat pernikahan (lho kok!lho kok!) entah mengapa saya selalu membayangkan kalo seandainya hrathen ngomong jujur nggak bakalan ada kesalahpahaman ini:
    "yo, yo, yo rakyat arelon saya kesini ingin menyampaikan kalo dalam 3 bulan kalian tidak menganut shu-dereth kalian akan dibumi hanguskan oke sekian dan terima kasih.bye. hrathen OUT!"
    bodoh banget memang tapi siapa tau berhasil
    yang saya herankan kenapa dibelakang bukunya (yg saya anggap bagian promosi) mengapa ditulis penulis yg melanjutkan seri wheel of time .jujur aja saya nggak kenal serie wheel of time (baru tau beberapa bulan yg lalu) sebagus apa? memangnya wheel of time diterbitin di indonesia ya? (kalo udah saya kudet PARAH!!!) kenapa nggak nulis pengarang yg pernah mendapat hugo award (walaupun mungkin juga banyak yg nggak tau apa itu hugo award yg penting ada kata "award"-nya walaupun itu abal2 dan hugo award jelas bukan abal2) mungkin bisa lebih menjual #ngaco

    sekian komen dari saya (atau lebih tepatnya ngomong ngalor ngidul) mudah2an yg baca diberi kesabaran...amin. :)

    BalasHapus
  10. Hihihi, selamat datang, sesama pembaca buku Elantris :D

    Komenmu keknya berisi curahan hatimu juga setelah membaca buku ini. Awal-awal saya membaca buku ini, rasanya perjuangan banget, karena memang rasanya berat (dalam arti implisit maupun eksplisit). Saya ndak terlalu merhatiin karakter tiap tokoh sih, karena memang menikmati alur dan jalan cerita. Namun, setelah membaca komen mbake, saya jadi tergelitik pengin ikut ngomentarin juga :))

    Karakter Sarene yang pintar dan terasa sempurna. Dia pintar bermain politik dan yang jadi masalah, kepintarannya justru balik menghantam dirinya sendiri, sehingga dia nggak (maaf) laku-laku. Kalau kita bayangkan latar jaman dalam cerita ini, keknya budaya di sana masih menabukan kepintaran pihak perempuan.

    Setelah itu karakter Raoden. Ingat nggak, kalau Raoden hampir tiap hari berlatih apa itu... menuliskan huruf aon di udara. Ketika di akhir cerita dia akhirnya bisa berperang dengan menggunakan kemampuannya sebagai elantrian, aku jadi ngerasa wajar, karena sebelum-sebelumnya Raoden sudah berlatih terus dan berulang-ulang menggunakan huruf Aon. Sementara yang Hraten, jujur aja aku malah kasian ama tokoh ini. Kayaknya kematiannya bisa dihindarkan trus di buku 2 dia bisa jadi semacam tokoh pemberontak gitu, tapi malah mati terlalu cepet :((

    Wheel of Time pernah terbit kok, tapi cuma buku 1-nya aja. Karena penjualan kurang bagus, akhirnya nggal dilanjut lagi. Dan saya juga belum baca novelnya. =))

    Salam kenal, ya, mbak :D

    BalasHapus