Minggu, 01 November 2015

Happiness : Masa Depanmu, Bukan Mereka



Judul : Happiness
Penulis : Fakhrisina Amalia
Penerbit : Ice Cube
Kategori : Remaja

Sinopsis

“Berarti nggak masalah, dong, kalau Ceria masuk MIPA tapi ambil Biologi?”

“Bisa aja, sih. Tapi kalau kamu tanya Mama, yang banyak hitung-hitungannya itu lebih spesial. Nggak sembarang orang bisa, kan?”


Bagi Mama yang seorang dosen Matematika, hitung-hitungan itu spesial. Mama selalu membanding-bandingkan nilai rapor Ceria dengan Reina—anak tetangga sebelah yang pandai Matematika—tanpa melihat nilai Bahasa Inggris Ceria yang sempurna. Karena itu, sepanjang hidupnya Ceria memaksakan diri untuk menjadi seperti Reina. Agar Mama dan Papa bangga. Agar ia tak perlu lagi dibayang-bayangi kesuksesan Reina. Agar hidupnya bahagia. Ceria bahkan memilih berkuliah di jurusan Matematika tanpa menyadari ia telah melepaskan sesuatu yang benar-benar ia inginkan. Sesuatu yang membuat dirinya benar-benar bahagia.


Review

   Kata orang, masa SMA adalah masa-masa paling menyenangkan. Katanya...

   Menurut saya, masa SMA adalah masa-masa paling mumet. Di jaman saya dulu, penjurusan mulai dari kelas 2 SMA. Kalau sekarang, saya kurang tahu sih, kurikulum sama aturan dunia pendidikan kita kan sering berubah-ubah tanpa sebab yang jelas. #eaaa

   Kembali ke pernyataan awal, masa SMA adalah masa paling mumet. Kenapa? Karena di titik inilah kita mempersiapkan diri untuk mandiri dari orangtua. Dalam usia yang masih dibilang labil, emosi meledak-ledak, bahkan nggak tahu apa yang diperbuat dan melakukan sesuatu hanya berdasarkan asas keren-kerenan, memutuskan/menentukan arah hidup terbilang sulit. Jarang lho, ada yang udah tahu ke mana dia ingin melangkah di usia seperti ini. Kebanyakan masih terkatung-katung dan nggak jelas arah hidupnya.

   Salah satu hal paling krusial di masa SMA adalah pemilihan jurusan. Entah itu penjurusan di masa SMA atau lebih jauh lagi, memilih jurusan di Universitas. Itu mumetnya setengah mati. Banyak yang bilang (dan lebih sering menakut-nakuti), bahwa jurusan di Universitas menentukan arah hidup kita, menentukan masa depan kita. Karena itu, disarankan memikirkan dengan matang-matang jurusan ini. Nggak salah sih, cuma kadang yang mendengarkan nasehat ini jadi ngerasa parno sendiri.

   Saya paham, kenapa orangtua meminta kita memikirkan baik-baik jurusan yang mau kita pilih. Selain alasan di atas, biaya pendaftaran dan segala tetek-bengek di awal-awal perkuliahan memang sangat mahal, jadi wajar kalau orangtua meminta kita memikirkan matang-matang jurusan apa yang kita pilih. (Rasanya kalau berharap biaya kuliah bisa murah abis kok mustahil ya).

   Ceria, teman kita dalam cerita ini pun mengalami dilema yang sama seperti kita. Namun, parahnya, masa depannya ini sering disetir oleh Orangtuanya. Betapa tidak, Ceria yang menyukai Bahasa Inggris dan sudah memiliki cita-cita, dipaksa untuk mengikuti jalan yang dilalui oleh Mamanya. Tekanan-tekanan dari sang Ibu, yang cenderung membandingkan Ceria dengan anak tetangganya dan mementahkan seluruh prestasi Ceria yang terlihat, membuat gadis itu pun depresi yang berujung pada kekacauan hidupnya.

   Ada yang pernah merasakan ini?

   Sudah memutuskan ingin jadi apa, menentukan pilihan jurusan apa, tetapi tidak disetujui Orangtua dan dipaksa untuk memenuhi keinginan orang, tentu banyak yang merasakan hal ini bukan? Walau sudah dibilangi kalau semua itu adalah pilihan kita sendiri, ujung-ujungnya ya tetap pada restu Orangtua. Bukan berarti saya menyalahkan 'restu' tersebut, sih. Cuma memang kendala memilih jurusan sering terhalang dengan pandangan Orangtua.

   Ceria salah satunya. Dia menginginkan jurusan bahasa inggris, tetapi Mamanya maupun papanya menginginkan dia masuk eksakta. Lebih parahnya lagi, prestasi-prestasi Ceria di bidang non matematis dianggap tidak ada dan ini saya anggap sebagai ketidakadilan. Saya bisa merasakan bagaimana Ceria depresi, frustasi, bahkan menjadi bukan dirinya sendiri. Saya pun pernah merasakan itu. Ingin sekali keluar dari kungkungan kekangan tersebut, tetapi tidak bisa dan terpaksa menerima apa adanya.

   Namun, saya senang akhir ceritanya. Saya suka bagaimana Ceria akhirnya bisa bebas seperti burung yang lepas dari sangkarnya. Kehidupan memang penuh kejadian tak terduga, tetapi bukan berarti kita tidak boleh menikmati hari-hari kita. :)

5 bintang untuk Happiness

:* :* :* :* :*

   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar